ads

Showing posts with label Budaya Aceh. Show all posts
Showing posts with label Budaya Aceh. Show all posts

Saturday, January 5, 2013

Aceh ; Sebuah peradaban awal indonesia

Aceh adalah salah satu propinsi yang ada di pulau sumatera , tepatnya diujung barat daya , Aceh terkenal setelah terjadinya Gempa dan tsunami terbesar yang menyebabkan 200 ribu orang meninggal , yang terjadi pada 26 Desember  2004.
Aceh yang mula-mula bernama Aceh Darussalam (1511-1959) selanjutnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) dan menjadi provinsi Aceh (2009-sekarang)adalah provinsi paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.[12] Daerah ini berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Ibu kota Aceh ialah Banda Aceh. Pelabuhannya adalah Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember 2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam. Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) juga terdapat di Aceh Tenggara.
Masih terjadi silang pendapat terkait persoalan dari sejak kapan Islam pertama sekali disebarkan ke Aceh. Sebagian berpandangan sudah dimulai dari sejak masa kekhalifahan Utsman bin Affan[13] sebagai khalifah setelah kerasulan Muhammad SAW.

Terkait Islam yang datang ke Aceh, Snouck Hurgronje dengan teori Gujaratnya menyebut Islam yang datang ke sana bukanlah Islam yang dibawa Muhammad, tetapi Islam yang sudah berkembang matang. Bukan Islam dari al Quran dan Hadits, melainkan Islam dengan kitab-kitab Fiqh dan dogmanya dari 3 abad kemudian[14].

Sebagian lagi, ada yang berpandangan bahwa Islam yang datang ke Aceh justru sudah dimulai dari sejak tahun pertama Hijriyah (618 M). Satu pandangan yang menurut penulis buku Tasawuf Aceh merupakan pandangan tidak masuk akal. Alasan yang dikemukakannya adalah pada masa tersebut; ada kevakuman antara wahyu pertama (610 M) dengan wahyu kedua kepada Muhammad selama 2,5 tahun. Ditambah dengan masa berdakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan Muhammad selama 3 tahun. Dengan demikian baru pada tahun ke-7 masa kenabiannya baru dimulai dakwah secara terang-terangan[15].

Tetapi sedikitnya persoalan demikian bisa ditelusuri dari keberadaan kerajaan pertama bercorak Islam di Aceh, Kerajaan Perlak yang didirikan pada 1 Muharram 225 Hijriyyah[16].
Kesultanan Aceh
Wilayah Kesultanan Aceh di masa jayanya
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Kesultanan Aceh

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudera Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatera dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (1496 - 1903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sulthan Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.
Perang Aceh
Mayor Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak di bawah pohon kelumpang di depan Masjid Raya Baiturrahman dalam Perang Aceh I
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Perang Aceh

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873, dimulai dari kedatangan Jenderal J.H.R Kohler dengan jumlah pasukan sebanyak 3.198, termasuk 168 perwira KNIL[17].

Setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Bahkan, pada hari pertama perang berlangsung, 1 unit kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen harus mengalami 12 tembakan meriam dari pasukan Aceh[18].

Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.

Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibukota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda.

Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.
Masa penjajahan
Bangkitnya nasionalisme
Replika pesawat Dakota RI-001 Seulawah sumbangan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh

Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Mr. Teuku Muhammad Hasan).

Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.

Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat Lhokseumawe.
Masa Republik Indonesia
Teungku Muhammad Daud Beureu'eh, ulama pemimpin perjuangan DI/TII Aceh

Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus 2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.

Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.

Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi baru.
Darul Islam / Tentara Islam Indonesia

Aceh yang semula bergabung dengan Indonesia dengan jaminan Soekarno akan menerapkan syariat Islam, merasa kecewa karena syariat Islam tidak dijadikan sebagai landasan negara. Sehingga pada tanggal 13 Muharram 1372 H/21 September 1953 M, Teungku Muhammad Daud Beureu'eh atas nama rakyat Aceh mengumumkan bergabung dengan Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo.[19]
Gerakan Aceh Merdeka
Panglima GAM, Abdullah Syafi'i bersama laskar Inong Balee
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gerakan Aceh Merdeka

Pasca Gempa dan Tsunami 2004, yaitu pada 2005, Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti Ahtisaari.
Kependudukan
Suku bangsa

Provinsi Aceh memiliki 13 suku asli, yaitu: Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.

Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: Aceh (50,32%), Jawa (15,87%), Gayo (11,46%), Alas (3,89%), Singkil (2,55%), Simeulue (2,47%), Batak (2,26%), Minangkabau (1,09%), Lain-lain (10,09%)[20]
Bahasa
Rambu evakuasi tsunami dalam 2 bahasa, bahasa Aceh dan bahasa Indonesia

Provinsi Aceh memiliki 13 buah bahasa asli yaitu bahasa Aceh, Gayo, Aneuk Jamee, Singkil, Alas, Tamiang, Kluet, Devayan, Sigulai,Pakpak, Haloban, Lekon dan Nias.
Agama
Masjid Raya Baiturrahman

Sebagian besar penduduk di Aceh menganut agama Islam. Dari ke 13 suku asli yang ada di Aceh hanya suku Nias yang tidak semuanya memeluk agama Islam.

Agama lain yang dianut oleh penduduk di Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang suku Batak dan sebagian warga Tionghoa yang kebanyakan bersuku Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu.

Selain itu provinsi Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di provinsi ini Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Meski dari kalangan intelektual Aceh sendiri, masih terdapat perdebatan soal apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat, atau itu cuma karena alasan politis saja?[21] Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam diproduksi pasca kenabian,selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.[22]
Pendidikan
Gedung pusat administrasi Unsyiah
Tugu Darussalam yang menandakan pendirian Kopelma Darussalam

Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Namun perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik yang berkepanjangan dan penganaktirian dari RI, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada Ujian Akhir Nasional 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.

Aceh juga memiliki sejumlah perguruan tinggi yaitu:

Negeri

    Universitas Syiah Kuala
    IAIN Ar-Raniry
    Universitas Malikussaleh
    Politeknik Negeri Lhokseumawe
    Politeknik Aceh
    STAIN Malikussaleh
    STAIN Zawiyah Cot Kala

Swasta

    Universitas Abulyatama
    Universitas Muhammadiyah Aceh
    Universitas Iskandar Muda
    Universitas Serambi Mekkah
    Universitas Jabal Ghafur

Pemerintahan
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Pemerintahan Aceh dan Daftar gubernur Aceh

Sistem pemerintahan yang berlaku di Aceh saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan Lokal Aceh dan Sistem Pemerintahan Indonesia. Berdasarkan penjenjangan, perbedaan yang tampak adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan dan gampong.
Sistem Pemerintahan Indonesia
Kabupaten dan Kota di Aceh

Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:


No.     Kabupaten/Kota       Pusat pemerintahan Kecamatan    Desa (atau sederajat)
1        Kabupaten Aceh Barat         Meulaboh      12      321
2        Kabupaten Aceh Barat Daya          Blangpidie      9        132
3        Kabupaten Aceh Besar        Kota Jantho   23      592
4        Kabupaten Aceh Jaya          Calang          6        172
5        Kabupaten Aceh Selatan      Tapak Tuan   16      369
6        Kabupaten Aceh Singkil       Singkil 10      127
7        Kabupaten Aceh Tamiang    Karang Baru   12      128
8        Kabupaten Aceh Tengah      Takengon      14      268
9        Kabupaten Aceh Tenggara   Kutacane       11      164
10      Kabupaten Aceh Timur        Idi Rayeuk     21      580
11      Kabupaten Aceh Utara        Lhoksukon     27      1.160
12      Kabupaten Bener Meriah      Simpang Tiga Redelong       7        232
13      Kabupaten Bireuen    Bireuen         17      514
14      Kabupaten Gayo Lues         Blang Kejeren           11      97
15      Kabupaten Nagan Raya       Suka Makmue          5        213
16      Kabupaten Pidie       Sigli     22      946
17      Kabupaten Pidie Jaya          Meureudu      8        215
18      Kabupaten Simeulue Sinabang       8        135
19      Kota Banda Aceh      -         9        80
20      Kota Langsa   -         5        52
21      Kota Lhokseumawe -         4        67
22      Kota Sabang -         2        18
23      Kota Subulussalam    -         5        74
          Jumlah                    264     6.656


Perwakilan
Meuligoe, tempat kediaman gubernur Aceh

Berdasarkan Pemilihan Umum Legislatif 2009, Provinsi Aceh mengirimkan 13 anggota DPR, dengan perincian: Partai Demokrat tujuh orang, PKS dan Partai Golkar masing-masing dua orang, dan PAN serta PPP masing-masing satu orang.[23] Selain itu, empat anggota DPD yang berasal dari Aceh adalah Tgk. Abdurrahman BTM., H.T. Bachrum Manyak, Dr. Ahmad F. Hamid, M.S., dan Ir. H.T. A. Khalid, M.M.[24]

Pada tingkat provinsi, DPRA dengan 69 kursi tersedia dikuasai oleh Partai Aceh (33 kursi)[23].
Partai Kursi    %
Partai Aceh    33      47,8
Partai Demokrat       10      14,5
Partai Golkar 8        11,6
PAN    5        7,3
PKS     4        5,8
PPP     3        4,4
Partai Daulat Aceh     1        1,5
PDI-P 1        1,5
PKPI   1        1,5
PBB    1        1,5
PKB    1        1,5
Partai Patriot 1        1,5
Total   69      100,0
Sistem Pemerintahan Lokal Aceh
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sistem Pemerintahan Lokal Aceh

Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeun.
Sumber daya alam

    Minyak bumi
    Gas alam
    Emas
    Hutan
    Kayu
    Kopi
    Ikan
    Rempah-rempah
    Kakao
    Pinang

Perekonomian
Pra-tsunami 2004

Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka.

Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.

Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.
Pasca-tsunami 2004
Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 milyar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.

Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 milyar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.
Kapal PLTD Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat

Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.
Perbankan

Aceh terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.

Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan menguntungkan.
Industri

Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya

    PT Arun: Kilang Pencairan Gas Alam di Lhokseumawe
    PT PIM: Pabrik Pupuk Iskandar Muda di Lhokseumawe
    PT AAF: Pabrik Pupuk Asean di Lhokseumawe
    PT KKA: Pabrik Kertas di Lhokseumawe
    PT SAI-Lafarge: Semen Andalas di Aceh Besar
    ExxonMobil: Kilang Gas Alam di Lhokseumawe

Pertambangan

    Emas di Woyla, Seunagan, Aceh Barat; Pisang Mas di Beutong, Payakolak, Takengon Aceh Tengah
    Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat,
    Batu gamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan

Pariwisata

    Masjid Raya Baiturrahman
    Museum Aceh
    Taman Putroe Phang
    Kuburan Kerkhoff
    Danau Laut Tawar
    Danau Aneuk Laot
    Pantai Lhok Nga
    Museum Tsunami Aceh
    Guha Tujoh di Laweueng

Seni dan Budaya
!Artikel utama untuk bagian ini adalah: Budaya Aceh
Rencong Aceh
Rumoh Aceh, rumah adat Aceh di Museum Aceh

Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya galibnya wilayah Indonesia lainnya. Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:

    Didong (seni pertunjukan dari masyarakat Gayo)
    Meuseukee Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
    Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)

Sastra

    Bustanussalatin
    Hikayat Prang Sabi
    Hikayat Malem Diwa
    Legenda Amat Rhah manyang
    Legenda Putroe Neng
    Legenda Magasang dan Magaseueng

Senjata tradisional

Rencong adalah senjata tradisional Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori dagger atau belati (bukan pisau ataupun pedang).

Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti Sikin Panjang, Perisai Awe, Perisai Teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.
Rumah Tradisional

Rumah tradisonal suku Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).
Tarian
Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907
Tari Saman dari Gayo Lues

Provinsi Aceh yang memiliki setidaknya 10 suku bangsa, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.

Tarian Suku Aceh

    Tari Laweut
    Tari Likok Pulo
    Tari Pho
    Tari Ranup Lampuan
    Tari Rapai Geleng
    Tari Rateb Meuseukat
    Tari Ratoh Duek
    Tari Seudati
    Tari Tarek Pukat

Tarian Suku Gayo

    Tari Saman
    Tari Bines
    Tari Didong
    Tari Guel
    Tari Munalu
    Tari Turun Ku Aih Aunen

Tarian Suku Alas

    Tari Mesekat

Tarian Suku Melayu Tamiang

    Tari Ula-ula Lembing

Makanan Khas
Mi Aceh tumis dengan daging

Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain timphan, gulai itik, kari kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan meuseukat yang langka. Di samping itu emping melinjo asal kabupaten Pidie yang terkenal gurih, dodol Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, ketan durian (boh drien ngon bu leukat), serta bolu manis asal Peukan Bada, Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh. Di Pidie Jaya terkenal dengan kue khas Meureudu yaitu adee. Di Aceh Utara lazim kita temukan kuliner khas lainnya yaitu martabak durian yang lezat. Kuliner Bireun yang paling terkenal adalah sate matang, yaitu sejenis masakan sate daging sapi atau kambing yang berasal dari kota Matang Geuleumpang Dua. Sementara kuliner khas Aceh yang sering ditemukan dijual diluar Provinsi Aceh adalah mie Aceh, sejenis mie kuning basah yang diracik dengan bumbu khas nan pedas.
Pahlawan
Cut Nyak Dien ketika ditangkap Belanda

Bangsa Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkhoff yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).
Pahlawan Perempuan

    Cut Nyak Dhien
    Cut Nyak Meutia
    Laksamana Malahayati
    Pocut Baren
    Teungku Fakinah

Pahlawan Pria

    Sultan Iskandar Muda
    Teungku Chik Di Tiro
    Teuku Umar
    Panglima Polem
    Teuku Nyak Arif
    Mr. Teuku Muhammad Hasan[25]

Tokoh asal Aceh

    Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.

    Hamzah Fansuri
    Nuruddin ar-Raniri
    Syiah Kuala
    Syamsuddin al-Sumatrani
    Tun Sri Lanang
    Teungku Chik Pante Kulu
    Ismail al-Asyi
    Mohamad Kasim Arifin
    Teungku Hasan Muhammad di Tiro
    P. Ramlee
    Teungku Ahmad Dewi
    Teungku Daud Beureu'eh

Wednesday, November 28, 2012

Doa : Tips atasi marah

Marah adalah hal yang sangat dibenci oleh setiap orang, kalo kata sule , esmossi , hehehe, emosi maksudnya, berikut cara cara nanggulangin kamu kalo lagi marah atau emosi lagi klimaks, baca doa berikut ini :  ucapkan " Astaghfirullaahal adhim ..
 1. Membaca ta’awudz “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”
2. Mengingat besarnya pahala orang yang bisa menahan amarahnya
3. Mengambil sikap diam, tidak bicara

4. Duduk/berbaring
5. Memikirkan betapa jelek penampilannya apabila marah
6. Mengingat agungnya balasan bagi orang yang mau memaafkan
7. Meninggalkan celaan, makian, tuduhan, laknat dan cercaan karena itu semua termasuk perangai orang jahil.
Agan agan silahkan di coba , semoga berhasil ..